Selasa, 30 Maret 2010

Belanda Dituntut Luruskan Sejarah Bung Karno

Oleh : Redaksi 11 Aug 2007 - 9:15 am

imageJAKARTA--Terkait momentum Hari Kemerdekaan RI, pemerintah Belanda dituntut untuk meluruskan sejarah bangsa Indonesia, terutama tentang citra Proklamator Bung Karno, yang disebarluaskan di Negeri Kincir tersebut. Sampai saat ini, penulisan sejarah di Belanda masih menyebutkan kalau Bung Karno adalah pengkhianat bangsa Indonesia dan Raymond Westerling sebagai pahlawan Belanda.

Tuntutan ini terungkap dalam diskusi sehari bertajuk Indonesia Menggugat yang diselenggarakan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) di Jakarta, Kamis (9/8). Berbicara dalam diskusi ini bintang film Ray Sahetapy, Laksamana Pertama TNI (Purn) Wibisono, dan ketua KUKB Batara R Hutagalung. Diskusi ini juga menghadirkan beberapa korban selamat dan janda korban peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh Tentara Belanda di Desa Rawa Gede, Karawang, Jawa Barat pada 9 Desember 1947.

Ray Sahetapy, selaku Ketua Ormas Gerakan Kebangkitan Nusantara (GKN), mengatakan, sejarah yang ditulis Belanda sangat memutarbalikkan fakta dan mengganggu kehormatan Indonesia selaku bangsa yang berdaulat. Terlebih Bung Karno sebagai salah satu pendiri bangsa ini disebut-sebut dalam sejarah Belanda selaku pengkhianat.

''Sebaliknya, Kapten Raymond PP Westerling yang membantai banyak orang di Sulsel, diangkat dan dihormati sebagai pahlawan perang di Belanda. Ini jelas melukai hati rakyat Indonesia,'' ujar Ray. Dia menambahkan, sejumlah ormas juga akan bergabung untuk membuat gugatan resmi kepada Belanda untuk mengembalikan harta karun yang diboyong Belanda ke negaranya. ''Kita juga akan mendesak Presiden SBY untuk menyampaikan keinginan rakyat Indonesia ini langsung ke pemerintah Belanda saat presiden berkunjung ke sana,'' ujar Ray.

Sementara itu, Wibisono dan Batara R Hutagalung, mengatakan, tentara Belanda telah melakukan pelanggaran HAM berat dengan membantai ribuan penduduk sipil selama berlangsungnya agresi militer Belanda sekitar tahun 1945-1950. KUKB akan, kata Wibisono, akan menuntut pemerintah Belanda untuk segera memberikan kompensasi kepada para janda dan korban pembantaian dan pelanggaran HAM berat yang telah dilakukan oleh tentara Belanda di seluruh Indonesia. Dikatakan, pada peristiwa Rawagede yang terjadi satu hari sesudah perjanjian Renville, tentara Belanda dengan kejamnya membantai 431 warga, hanya untuk mencari seorang pejuang Indonesia, Kapten TNI Lucas Kustario.

''Kekejaman tentara Belanda tidak kalah sadisnya dengan tentara Jerman dan Jepang selama perang dunia II. Tapi, ini luput dari perhatian dunia,'' ucap Wibisono dengan nada ketus. Wibisono melanjutkan, apabila Belanda ingin menjadi bangsa yang dihormati, sudah sepantasnyalah pemerintah Belanda bertanggung jawab atas kejahatan yang pernah dilakukan tentaranya selama agresi militer di Indonesia. "Tanggung jawab itu antara lain membayar utang kehormatan berupa kompensasi kepada rakyat Indonesia. Terutama, kepada para korbanyang selamat, janda, dan keluarga korban agersi militer mereka," papar Wibisono. ade (RioL)

Agresi Militer belanda & Pembantaian rawagede yg terlupakan
imageKARAWANG BEKASI
imageKami yg kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak Merdeka & angkat senjata lagi
Tapi siapakah yg tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening dimalam sepi
Jika dada rasa hampa & jam dinding yg berdetak
Kami mati muda.
Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi


Demikianlah sajak yang ditulis oleh Chairil Anwar (26 Juli 1922 - 28 April 1949) pada tahun 1948, untuk mengungkapkan perasaannya terhadap situasi perang melawan tentara Belanda waktu itu. Sajak ini dapat diresapi dan dimengerti maknanya, apabila kita berdiri di hadapan makam dari ratusan korban pembantaian tentara Belanda di Monumen Rawagede, Desa Balongsari, dekat Karawang, dan mendengarkan berbagai kisah pilu dari para korban, janda korban dan anak-cucu korban pembantaian.

Pada 9 Desember 1947, dalam agresi militer Belanda I yang dilancarkan mulai tanggal 21 Juli 1947, tentara Belanda membantai 431 penduduk desa Rawagede, yang terletak di antara Karawang dan Bekasi, Jawa Barat. Selain itu, ketika tentara Belanda menyerbu Bekasi, ribuan rakyat mengungsi ke arah Karawang, dan antara Karawang dan Bekasi timbul pertempuran, yang juga mengakibatkan jatuhnya ratusan korban jiwa di kalangan rakyat. Pada 4 Oktober 1948, tentara Belanda melancarkan �sweeping� lagi di Rawagede, dan kali ini 35 orang penduduk dibunuh.


Para Penduduk lokal yang sedang menunggu di Eksekusi oleh Para KNIL

Untuk Detail & Sumber Artikel dapat dilihat di halaman Sejarah di

Agresi Belanda & Pembantaian Rawagede