Demi Ibu Oei, Bung Karno Makan Es Krim
Ini kisah mirip drama dua babak….
Babak Pertama
Tahunnya 1967. Tersebutlah Oei Tjoe Tat yang masih mendekam dalam tahanan pemerintahan Soeharto. Ia, suatu hari mendapat berita istrinya tergolek sakit. Sakit keras. Menteri yang juga orang dekat Bung Karno itu, diizinkan penguasa untuk menjenguk istrinya, tentu saja dengan pengawalan ekstra ketat. Lebih ketat dari pengawalan teroris.
Berapa waktu yang diberikan kepada mantan pejabat negara, yang ditahan hanya karena ia Sukarnois? Tidak lama, 15 menit saja. Itu pun tanpa privasi. Kelompok pengawal ikut masuk ke kamar, mengiringi Oei Tjoe Tat. Para pengawal bahkan dengan ketat menguping apa pun yang dikatakan Oei kepada istrinya yang tergolek lemas.
Demi melihat sang suami datang, Ny. Oei hendak bangun, tapi segera dicegah dokter. Oei begitu terpukul melihat istrinya tergolek sakit, sementara ia tak bisa berbuat banyak. Tidak banyak pula dialog yang terjadi dalam pertemuan yang begitu mengharukan, tetapi berlangsung pendek itu. Praktis, sepanjang waktu pertemuan, yang tampak adalah saling tatap Oei Tjoe Tat dan istrinya…. Mata keduanya berlinang air mata penuh makna.
Babak kedua
Sekitar hari itu, Bung Karno diam-diam bertandang ke rumah sepupunya, keluarga Mualiff Nasution di Jl. Jawa, Menteng, Jakarta Pusat. Dalam suasana prihatin, Bung Karno ditemani Hartini, hanya kumpul dan makan bersama dua-tiga ibu-ibu lainnya. Ny Oei yang tahu peristiwa itu, di tengah kondisi tubuh yang lemah, mengirim setermos es krim, disertai pemberitahuan tidak bisa hadir karena kondisinya yang sakit.
Es krim kiriman Ny. Oei sampailah pada Bung Karno. Seperti dituturkan Ny. Sutomo, istri bekas Menteri Perhubungan yang ikut hadir, Bung Karno, demi melihat es krim kiriman Ny. Oei, dan demi mengetahui Ny. Oei sedang tergolek sakit, serta merta minta diambilkan. Ya… Bung Karno ingin segera mencicipi es krim kiriman Ny. Oei.
Padahal, dokter pribadi Bung Karno melarang. Es krim akan memperparah sakit Bung Karno. Apa yang terjadi? Bung Karno sam sekali tidak mempedulikan larangan dokter. Ia tetap memakan es krim kiriman Ny. Oei.
Dan atas larangan dokter, ia menyanggah, “Kalau Jeng Oei sehat dan mengantar sendiri es krimnya, tentu saja saya tidak makan, karena dilarang dokter. Tetapi, Jeng Oei sedang susah, dipisahkan dari suami dan sekarang sedang sakit sehingga tidak bisa datang…. Aku takkan lebih parah atau mati karena es krimnya.”