Selasa, 30 Maret 2010

Berebut Koran dengan Guntur


“Sarapan” koran di pagi hari, adalah hal wajib bagi Bung Karno. Kebiasaan ini, menurun pula pada putra sulungnya, Guntur Sukarnoputra. Bung Karno, benar-benar membaca satu per satu koran dan majalah, baik terbitan lokal maupun luar. Ini beda dengan kebiasaan pejabat tinggi sampai bupati di era sekarang. Mereka umumnya hanya membaca kliping berita yang menyangkut dirinya saja.

Tak heran, lalapan sejumlah koran dan majalah setiap hari, membuat pemikiran Bung Karno selalu update…. Ia mengetahui setiap detil perkembangan yang terjadi, tidak saja di negaranya, tetapi juga di belahan dunia yang lain. Sejumlah media yang wajib ada di meja teras depan kamar Bung Karno di Istana Merdeka setiap pagi adalah: Bintang Timur, Duta Masyarakat, Suluh Indonesia, Merdeka, Harian Rakyat, Berita Indonesia, Bulettin Antara, Time, Life, Newsweek, dll.

Adalah Guntur, yang juga menuruni kegemaran bapaknya, “sarapan” koran di pagi hari. Bahkan, agar tidak keduluan bapaknya, ia bangun lebih pagi. Jam 06.00 ia sudah rebahan di kursi panjang teras depan kamar bapaknya, dan mulai membaca koran dan majalah yang menumpuk.

Nah, ini cuplikan peristiwa tahun 1960, saat usia Guntur 16 tahun. Saat sedang asyik membaca, ia dikejutkan kedatangan bapaknya yang setengah tergopoh menuju teras kamar dan hendak mengambil koran. Hanya berkaus oblong dan bercelana kolor, ekspresi wajah Bung Karno tampak seperti orang yang kebelet buang hajat… yang di keluarga Bung Karno, mereka mengistilahkan o’ok. Ya, pagi itu, Bung Karno kebelet o’ok dan hendak menyambar koran-koran yang antara lain sedang dibaca Guntur.

“Heh, ayo cepat itu koran semua! Aku mau baca di kakus!”

“Yang ini sebentar ya pak,” Guntur menahan salah satu koran, Suluh Indonesia, koran favorit Guntur yang pagi itu masih dan sedang ramai membicarakan pembangunan jalan by pass, sebagai “tukar guling” dengan pembebasan pilot CIA, Allan Lawrence Pope yang berhasil ditembak jatuh ABRI. Pada posting terdahulu sudah dikisahkan bagaimana pilot swasta Amerika Serikat yang disewa CIA itu ditembak jatuh. Pope, tentunya sepengetahuan dan seizin CIA (baca: Amerika Serikat) membantu pemberontak PRRI/Permesta mengebom Ambon dan sekitarnya.

Rupanya, Guntur sedang asyik mengikuti berita itu, hingga Bung Karno menukas, “Kamu ini.. apa yang kamu baca?!”

“Soal By Pass, apa benar bapak tukar By Pas dengan Pope.”
“Dari mana kamu tahu?”
“Di luar orang-orang ngomong begitu kok….”
“He…he…he… (Bung Karno tertawa), ayo sini Suluh-nya.”

Tanpa panjang kata, Bung Karno merebut koran Suluh Indonesia dari tangan Guntur. Setelah itu, dengan berjingkat setengah berlari kecil, Bung Karno masuk kamar. Pikir Guntur, “Bapak benar-benar sudah kebelet o’ok….”

Guntur pun mengempaskan tubuhnya di kursi panjang… pandangan menerawang, melamun, menikmati kicau burung dan segarnya udara pagi. Tiba-tiba, pecah keheningan suasana oleh teriakan sang bapak, “Toook….!” (begitu Bung Karno memanggil Guntur).

“Ya Pak….” Guntur melompat berdiri hendak mendatangi sumber suara, ketika Bung Karno menyahut dari dalam kamar mandi, “Mudah-mudahan Amerika kirim Pope yang lain yaaa… supaya kalau sudah kutangkap aku bisa minta tukar sama Ava Gardner dan Ivonne de Carlo….”

Dua nama yang disebut Bung Karno itu, tahun 1960-an adalah bintang Hollywood yang aduhai. Mulus dan seksi. Demi mendengar canda bapaknya, Guntur balik ke kursi panjang dan mendengus… “Aaahhh… lagi-lagi cewek!”